Duhai Ukhti…
Izinkan aku mengenalmu dengan
sempurna
Tanpa penjajakan yang saat ini sedang
marak orang lain lakukan.
Cukuplah aku mengenalmu melalui
murabbi, keluarga,
ataupun lingkungan dakwah yang
kita lalui bersama.
Sejatinya aku tak akan pernah bisa
mengenalmu,
karena pernikahan adalah proses pengenalan
yang berkesinambungan.
Pernikahan bukanlah akhir tujuan
perkenalan,
namun awal sesungguhnya dari
perkenalan.
Aku memang tak mengenalmu,
namun aku akan berusaha mengenalmu
semampuku,
setelah kita telah dinyatakan halal
untuk saling mengenal.
Ukhti…
Izinkan aku meminangmu dengan
sempurna.
Tanpa pertukaran cincin terlebih
dahulu,
seperti yang orang lain bilang
tunangan.
Cukuplah aku mengenalkan diri dan
keluargaku pada keluargamu.
Hingga tercipta keharmonisan awal,
yang sejatinya tercipta karena menghormati
kesucian pernikahan.
Aku memang tak sanggup memberikan
banyak harta untuk meminangmu,
namun di jalan dakwah yang akan ku
jalani denganmu,
aku berjanji untuk berusaha
mencari harta semampuku.
Harta yang halal untuk menafkahimu
beserta malaikat-malaikat kecil kita kelak.
Ukhti…
Izinkan aku menikahimu dengan
sempurna.
Tanpa terlalu banyak kemeriahan yang
mendekati kenikmatan dunia.
Cukuplah rasa bahagia yang
menyelimuti keluarga, sanak saudara, beberapa kolega,
serta kita berdua khususnya,
menjadi keriangan tersendiri dalam haru yang tercipta,
karena telah sah-nya untuk
menjalani biduk rumah tangga.
Aku memang tak mampu untuk
memberikan kebahagiaan berlimpah di hari pernikahan kita, namun aku berjanji
akan selalu membuatmu bahagia di hari-hari setelah pernikahan kita.
Sejatinya pernikahan bukanlah akhir
dari perjalanan hidup kita,
namun gerbang awal untuk membuka
salah satu jalan menuju ridha-Nya.
Ukhti…
Izinkan aku mencintaimu dengan
sempurna.
Tanpa banyak kata yang membalut
kebohongan belaka.
Cukuplah rayuan dan candaan ringan
untuk menghiasi pernikahan kita.
Aku memang tak pandai merangkai
kata romantis untuk selalu menyenangkanmu,
namun aku tahu bagaimana
memposisikan kedudukanmu.
Kau bukan berada di atas kepala
hingga selalu haus akan sanjung puja,
bukan pula berada di bawah kaki
untuk diinjak dan dihina.
Kau adalah tulang rusuk kiriku,
dekat di hatiku untuk selalu
kucinta,
dekat di lenganku untuk selalu ku bimbing
dan lindungi.
Aku tidak berani berjanji untuk
mencintaimu sepenuhnya,
namun aku berani berjanji untuk
selalu belajar mencintaimu sepenuhnya.
Cinta sejati yang membuat kita
semakin mencintai-Nya.
Ukhti…
Izinkan aku hidup bersamamu dengan
sempurna.
Tanpa banyak terpengaruh hal-hal
yang menimbulkan perselisihan antara kita berdua.
Cukuplah atas nama Allah segala
tingkah polah kita,
disertai Al-Qur’an penerang jalan
hidup kita,
dan Al-Hadits pengiring liku hidup
kita.
Aku memang tak bisa membuatmu
bahagia selalu,
namun aku berjanji untuk selalu
ada dalam setiap suasana dan kondisi perasaanmu.
Aku ingin menyediakan pundak dalam
kesedihanmu,
menjadi obat penenang dalam
kegundahanmu,
serta melebarkan pangkuan di saat
kelemahanmu.
Ukhti…
Aku tak sempurna.
Kau pun tak sempurna.
Ketidaksempurnaanmu menjadi
pelengkap ketidaksempurnaanku,
hingga kita terlihat sempurna,
meski hanya bagi kita berdua.
Biarlah Allah Yang Maha Sempurna,
yang berhak menilai kesempurnaan kita.
0 komentar:
Post a Comment